Kopi di tangan peracik yang tepat, tentu jadi sajian nikmat untuk mengawali aktivitas, atau barangkali menjadi teman yang pas menikmati waktu senggang, di sela padatnya rutinitas harian saat bekerja.
Bicara soal minuman khas yang satu ini,
tak bisa lepas dari keahlian dan keterampilan barista, yaitu seseorang yang
membuat dan menyajikan kopi untuk pelanggan, baik di kafe, kedai ataupun warung
kopi.
Di Yogyakarta saat ini, ngopi di kafe
atau kedai menjadi gaya hidup tersendiri, ada dua ribu lebih tempat minum kopi
yang bertebaran di tiap sudut kota, barangkali tepat jika Kota Gudeg juga
disebut surganya kopi.
Untuk menarik minat pelanggan
berkunjung, suasana kafe atau kedai dibuat senyaman mungkin, sebagian juga
menyediakan fasilitas wifi untuk mengakses internet, tetapi yang lebih penting
dari itu semua, tempat ngopi selalu identik dengan barista.
Sekitar tahun 2000-an, profesi
barista belum familiar di tengah masyarakat, bahkan seseorang yang ingin
menggeluti profesi ini, dipandang aneh oleh lingkungan sekitarnya, karena belum
menjadi hal yang lazim kala itu.
Pengalaman pahit seperti ini, pernah
dialami Ferry Adhya Krisna, barista sekaligus pemilik kedai Magistra Coffee
Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM. Dirinya mulai mengenal kopi sejak tahun 2002
karena rasa ketertarikan, tepatnya saat kuliah di Jurusan Ekonomi Manajemen,
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta.
Karena sering berkumpul dengan para
pecinta kopi, ia menjadi bahan ejekan teman-temannya dan dijuluki ”Cah Kopi”. Kondisi
itu membuatnya merana seperti alien, karena tidak memiliki sahabat dengan kecintaan
yang sama.
”Waktu itu profesi barista belum
dikenal, malah jadi bahan ejekan mas, serius, saya mengalami hal itu, julukan
itu berasal dari kegiatannya, kalau gak bikin kopi ya nongkrong minum kopi,
sekarang barista malah terlihat keren dan jadi pilihan hidup karena trend,” kata
lelaki usia 35 tahun yang akrab disapa Ferry, dalam sebuah perbincangan akrab
di suatu sore.
Tetapi, menyukai kopi menjadi modal
awalnya, untuk melangkah lebih jauh, hingga menjadi seorang peracik handal.
Dari sekedar melihat orang lain menikmati minuman berwarna hitam dengan aroma
dan rasa khas itu, ia pun menjadi suka meminumnya, termasuk belajar kepada
teman-temannya yang lebih dulu akrab dengan kopi.
Belajar secara otodidak membuatnya kenal berbagai jenis kopi, mulai dari arabica, robusta, liberika hingga eksalsa, saat itulah ia jadi paham cara memperlakukan jenis kopi yang berbeda, menjadi sajian nikmat di lidah.
Belajar secara otodidak membuatnya kenal berbagai jenis kopi, mulai dari arabica, robusta, liberika hingga eksalsa, saat itulah ia jadi paham cara memperlakukan jenis kopi yang berbeda, menjadi sajian nikmat di lidah.
Pasca kejadian gempa Yogyakarta
tepatnya tahun 2007, ia mulai serius belajar menjadi barista. Hal pertama yang
dilakukannya yaitu, mengasah keterampilan cara membuat kopi tubruk, yaitu
mengaduk bubuk kopi dalam gelas yang telah dicampur gula. Kemudian di tahun
2011, Ferry mulai belajar menggunakan alat seduh kopi terbaru.
Hingga kini, lelaki yang tinggal di
Jalan Imogiri Barat ini, masih terus memperkaya pemahamannya tentang kopi,
lewat berbagai literatur di internet. Menurut pengakuannya, butuh waktu setahun,
untuk memahami pengetahuan dasar agar bisa membedakan beragam jenis kopi.
”Lihat orang bikin kopi itu kayaknya
kompleks banget ya, aku gak bilang rumit ya, nah disitu mulai ada ketertarikan,
belajar jadi barista bisa tahunan, semua nggak instan semua saya pelajari dari
nol,” kata Ferry.
Sebuah proses takkan menghianati
hasil, barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan sosok Ferry, yang
pernah menjuarai Wonosobo Manual Brew Competition tahun 2018. Waktu itu, ia
meracik Kopi Arabica Merapi dari Kaliurang Sleman, menggunakan alat seduh
manual berbentuk kerucut bernama V60.
Menjadi sebuah kebanggan baginya,
bisa memenangkan kompetisi menyeduh kopi secara manual tersebut, apalagi
lawannya menyeduh Kopi Aceh Gayo, yang dari segi kualitas rasa sudah tidak
diragukan para pecinta kopi dunia.
”Saya mempersiapkan diri selama tiga
bulan, untuk belajar teknik menyeduh kopi secara manual,” terang lelaki
berambut gondrong sebahu ini. (WS)
Komentar
Posting Komentar