Langsung ke konten utama

Joko Pinurbo dan Kopi, Bagian 2


 
Bisa dibilang penyair itu pencuri kata-kata yang ulung, sehingga membuat kita terlena, saat membaca rangkaian kalimat-kalimat puitis nan indah. Seperti halnya puisi-puisi tentang kopi karya Joko Pinurbo, yang diakuinya hasil ”mencuri” dari kitab suci.

”Jadi menulis itu kan mencuri, hanya tekniknya harus canggih supaya pembaca tidak tahu bahwa itu curian,” ungkap penyair yang akrab disapa Jokpin, saat berbicara di acara kopi sering Jogja Coffee Week 2019.

Bahkan ungkapnya, penyair Sapardi Joko Damono pernah mengatakan jika menulis itu mencuri, dan mencurilah sebanyak-banyaknya supaya tidak ketahuan, dan teknik mencurinya harus halus.


Bagi Jokpin yang sudah terlatih ”mencuri”, banyak pembaca tidak menangkap kandungan ayat-ayat dalam puisi yang ditulisnya.

”Karena saya sudah terlatih mencuri jadi tidak kelihatan,” katanya sembari membacakan salah satu kutipan puisinya berjudul kopi tubruk, yang tentunya sangat menarik untuk disimak.

Dilarang ngopi sambil bersedih, itulah yang diucapkan bibir cangkir kepada bibirku, sesaat sebelum aku menyerahkan diri kepada kopi, maka aku tabah dan hatiku tidak goyah, ketika ada yang tiba-tiba menubrukku dari belakang, di cangkir cantik ini kubunuh dan kuhabiskan kau kesedihan, sambil kuingat sebuah firman, pahit sehari cukuplah buat sehari

Lewat puisi ini, Jokpin membuat versi lain kitab suci yang berbunyi, jangan gelisahkan harimu, kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. Ia menterjemahkan sebuah firman dalam kitab suci, melalui alat ucap bernama kopi, karena di Indonesia anggur dianggap minuman keras, sehingga tidak populer dan susah untuk diminum.

 

Pada bait puisi lainnya, ia mengidentikkan kopi seperti racun rindu yang biasa melanda orang saat jatuh cinta, karena baginya, rindu kadang-kadang juga menjadi racun dan akhirnya melebur jadi kopi.

Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir cantik itu kopi, itu racun rindu yang mengandung aku

Ia juga bercerita, saat penasaran terhadap kopi lanang, dan harus pergi ke sebuah gerai untuk membelinya. Awalnya ia menyangka, kopi jenis ini punya khasiat khusus bagi laki-laki, namun hal itu tak bisa dibuktikannya.

Dengan bahasa yang nakal, ditulisnya puisi berjudul kopi lanang, ini penggalan baitnya ”Setelah cangkir kedua perempuan itu berkata, terimakasih kopi lanang kau membuat kesepianku bertambah garang



Tidak hanya kopi lanang, bahasa puisinya yang nakal juga menjelma jadi sebuah puisi berjudul kopi susu, ini salah satu penggalan baitnya, ”Aku tahu mengapa kau suka kopi susu, kopi membuat matamu menyala, susu membuat matamu manja

”Jadi saya memang punya banyak puisi tentang kopi, ada yang serius dan ada yang main-main,” ucapnya. (WS)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joko Pinurbo dan Kopi, Bagian 1

Salah satu penyair terkemuka Indonesia, yaitu Joko Pinurbo, begitu identik dengan kopi. Bahkan, salah satu antologi puisi karyanya yaitu surat kopi, judulnya sama persis dengan salah satu puisi di dalamnya. Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi , inilah penggalan yang sangat puitis dan indah, yang diambil dari paragraf pertama puisi surat kopi. Dalam sesi kopi sering acara Jogja Coffee Week di Jogja Expo Center, Rabu (7/8/2019) malam, penyair yang akrab dipanggil Jokpin ini menyebut, jika namanya sudah mengandung kata kopi, Jo(Kopi)Nurbo. ”Nama saya mengandung kopi, dan itu juga saya tulis dalam salah satu puisi saya,” katanya. Kopi tidak sekedar membuatnya jatuh cinta, bahkan sebelum menikmati minuman ini, ia memperoleh nilai magis. Secara sastra, kata kopi mengandung nilai sugestif, memunculkan sebuah kekuatan dan semangat untuknya, agar terus produktif dalam berkarya. Maka ritual ngopi menjadi penegasan dari sebuah daya...

Mengenang Sang Presiden

  ”Melodia!!!,” teriak seorang lelaki dari luar ruangan. Sesaat kemudian, ia masuk dengan langkah perlahan melewati sebuah pintu. Tangan kirinya, memegang dua lembar kertas putih bertuliskan larik-larik puisi. Sorot tajam matanya, menyapu seluruh ruangan. Di sekitarnya, tembok putih terpapar cahaya lampu kekuningan. Panel kayu coklat tua setinggi pinggang orang dewasa, menutup tembok bagian bawah hingga ke lantai. Puluhan penonton memenuhi deretan kursi, yang disusun meninggi ke belakang seperti di dalam ruangan bioskop. Sosok lelaki berkacamata bernama M.N Wibowo ini bagaikan magnet, membuat seluruh pasang mata tertuju padanya. Ia mengenakan jas hujan merah maroon panjang sampai ke mata kaki, sehingga mirip jubah. Kostum tersebut, dihiasi bercak-bercak cat putih yang tidak rata. Asesoris lain yang dipakainya, yaitu helm standar hitam dengan penutup muka transparan, juga berlumuran cat warna serupa. Bait demi bait puisi karya Umbu Landu Paranggi berjudul Melodia, di...